This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Kamis, 29 Maret 2012
Perkawinan Menurut Hukum Islam
3/29/2012 03:51:00 AM
No comments
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua
sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang
tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh
nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah
Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah
perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari
kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya
kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula
Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang
meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan
sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan
pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui
makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas perkawinan
menurut hukum islam.
Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.
Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang
menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan
oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan
oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud
pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah
s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan
perkahwinan dan mengharamkan zina.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Perkawinan adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan Perkawinan dalam Islam
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Syarat wali
• Islam, bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
o Ibu
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
Penutup
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Wallahu a’alam bish shawab.
Labels:
FIQH
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Perkawinan adalah Fitrah Kemanusiaan
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan Perkawinan dalam Islam
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Syarat wali
• Islam, bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
o Ibu
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
Penutup
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Wallahu a’alam bish shawab.
Rabu, 07 Maret 2012
Dalil-Dalil tentang Gambar Makhluk Hidup
3/07/2012 11:27:00 PM
No comments
Sesungguhnya
banyak sekali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam
dalam kitab-kitab yang shahih, baik itu Sunan ataupun musnad-musnad,
mengenai haramnya membuat gambar (lukisan, foto dan ukiran) sesuatu yang
bernyawa, entah itu (gambar) manusia atau bukan.
Didalam
hadits-hatdis itu ada riwayat yang menceritakan bahwa beliau
Shallallahu ‘alaihi wasalam merobek tirai-tirai yang bergambar dan
memerintahkan menghapus gambar-gambar. Disamping itu beliau melaknat
tukang gambar dan menerangkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang
paling keras mendapat siksa di hari kiamat.
Disini
saya (Syaikh Bin Baz) akan menyampaikan secara global hadits-hadits
shohih mengenai permasalahan ini beserta keterangan ulamanya. Dan akan
saya jelaskan mana yang benar, Insya ALLAH Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : ALLAH Ta’ala berfirman : Dan
siapakah yang lebih dzalim dari mereka yang akan membuat satu ciptaan
seperti ciptaan-Ku, maka hendaknya mereka menciptakan satu dzarrah, atau
biji, atau gandum.” (Dalam Shahihain, lafadz Riwayat Muslim).
Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para tukang gambar (mereka yang meniru ciptaan Allah)“. (Shahihain – yakni dalam dua kitab Shahih Bukhari dan Muslim atau biasa disebut muttafaqun ‘alaihi, red)
Dari
Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam bersabda : “Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini
akan disiksa hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang telah kalian buat!’”. (Dalam Shahihain, lafadz Bukhari).
Dari Abu Juhaifah Radiyallahu ‘anhu : “Bahwasanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam telah melarang dari (memakan) hasil
(jual beli) darah, anjing, usaha pelacuran, dan (beliau) telah melaknat
pemakan riba, yang menyerahkannya, pembuat tato (gambar tubuh), yang
meminta ditato serta tukang gambar.” (HR Bukhari).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Siapa
yang membuat satu gambar di dunia, dia dibebani (disuruh) untuk
meniupkan ruh pada gambar itu dan ia bukan peniupnya (tidak akan mampu
meniup ruh untuk menghidupkan gambar tsb, red)”. (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : “Semua
tukang gambar di Neraka dan dijarikan baginya setiap yang digambarnya
satu jiwa (ruh) yang menyiksanya di Jahannam. Ibnu Abbas berkata : “Jika
kamu mesti mengerjakannya, maka buatlah (gambar) pohon-pohon dan
apa-apa yang tidak bernyawa (roh).” (HR Muslim).
Dari
Aisyah Radiyallahu ‘anha, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam masuk menuju saya dan saya menutup bilik dengan tirai tipis
bergambar (dalam riwayat lain : menggantungkan tirai tipis bergambar kuda bersayap…), maka ketika beliau
melihatnya dia merobeknya dan dengan wajah merah padam, beliau bersabda
: “Hai Aisyah, manusia yang paling keras disiksa di Hari Kiamat adalah
mereka yang meniru ciptaan ALLAH.” Kata Aisyah : “Maka kami
memotong-motongnya lalu menjadikannya satu atau dua bantal.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah, ia berkata : “Saya
membeli sebuah bantal bergambar. Maka ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasalam melihatnya, beliau berdiri di pintu dan tidak masuk.
Saya mengenal tanda kemarahan pada wajah beliau. Saya berkata “ Ya
Rasulullah, saya taubat kepada ALLAH dan RasulNya, apa dosa saya ?”
Beliau bersabda : “Ada apa dengan bantal ini ?” Saya berkata : “Saya
membelinya agar Anda duduk di atasnya dan menyandarinya.” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Sesungguhnya pemilik
(pembuat) gambar-gambar ini akan disiksa di hari Kiamat, dan dikatakan
kepada mereka, ‘Hidupkan apa yang telah kalian buat!’ Dan sabdanya lagi :
Sesungguhnya rumah yang didalamnya ada gambar-gambar tidak akan
dimasuki oleh malaikat.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “(Sesungguhnya kami para) Malikat tidak masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar” (HR Bukhari & Muslim, dengan lafadz Muslim). Dalam riwayat Ibnu Umar “(Sesungguhnya kami para) Malaikat tidak masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar.”.
Dari Zaid bin Khalid dari Abi Talhah secara marfu’ : “Malaikat tidak akan masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan patung (gambar).” (HR Muslim).
Dari
Abi al Hayyaj Al Asadi, ia berkata : Ali mengatakan pada saya : Maukah
kamu saya utus kepada apa yang saya pernah diutus oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam : yaitu “Jangan kau tinggalkan satu
gambarpun, melainkan kamu hapuskan dia dan tidak ada satu kuburpun yang
menonjol (dikejeng, red) melainkan kau ratakan dia.” (HR Muslim).
Dari
Jabir Radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam menyuruh Umar bin Khattab (waktu Fathu Mekkah) sedang beliau
ketika itu di Bath-ha’ agar mendatangi Ka’bah dan menghapus semua gambar
didalamnya dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak masuk sampai
semua gambar telah dihapus. (HR Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqi, Ibnu
Hibban dan beliau mensahihkannya).
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha : “Bahwasanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak pernah membiarkan dalam rumahnya
sesuatu yang ada padanya SALIB-SALIB melainkan beliau mematahkannya. “ (HR Bukhari). Dan Al Kasymihani dengan lafadz “gambar-gambar”, dan Bukhari menerangkannya dengan bab Naqdhi Shuwar dan menguraikan hadits tersebut
Imam Nasa’I meriwayatkan dengan lafadz : “Jibril
minta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau berkata :
Masuklah. Kata Jibril : Bagaimana saya akan masuk sedangkan dalam rumah
Anda ada tirai brgambar ? Maka jika Anda potong kepala-kepalanya, atau
Anda jadikan hamparan yang dipijak (dihinakan setelah dipotong, red –
barulah Jibril akan masuk). Karena sesungguhnya kami – para malaikat –
tidak akan masuk ke rumah yang didalamnya ada gambar-gambar.” (HR Abdur Razaq, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan beliau mengatakan Hasan Shahih dan Ibnu Hibban mensahihkannya).
Dan
masih banyak lagi hadits-hadits tentang masalah ini. Hadits-hadits ini
adalah dalil yang nyata tentang haramnya membuat gambar sesuatu yang
bernyawa dan termasuk dosa besar yang diancam dengan neraka bagi
penggambarnya. Hadits ini menunjukkan keumuman segala jenis gambar, baik
itu didinding, tirai, kemeja, kaca, kertas dan sebagainya, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak membedakannya, baik yang
tiga dimensi atau selainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam
melaknat pembuatnya dan mengabarkan paling keras disiksa di hari kiamat
dan semuanya di Neraka.
Imam
Al Hadifz Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan : “Kata al Khaththabi :
dan gambar yang menghalangi masuknya malaikat ke dalam rumah adalah
gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram, yakni gambar-gambar
yang makhluk yang bernyawa, yang tidak terpotong kepalanya atau tidak
dihinakan. Dan bahwasanya dosa tukang gambar itu besar karena
gambar-gambar itu ada yang diibadahi selain ALLAH, selain gambar itu
mudah menimbulkan fitnah (bahaya) bagi yang memandangnya (gambar wanita,
tokoh, ulama, red).”
Imam
An Nawawi mengatakan dalam Syarah Muslim : “Sahabat kami dan para Ulama
selain mereka mengatakan bahwa haramnya membuat gambar hewan adalah
sekeras-keras pengharamaan. Ini termasuk dosa besar karena ancamannya
juga amat besar, sama saja apakah dibuat untuk dihinakan atau tidak.
Bahkan membuatnya jelas sekali haram karena meniru ciptaan ALLAH. Sama
saja apakah itu dilukis pada pakaian, permadani, mata uang, bejana,
dinding atau lainnya. Adapun menggambar pepohonan dan sesuatu yang tidak
bernyawa, tidak apa-apa. Inilah hakikat hukum menggambar. Sedangkan
gambar makhluq bernyawa, jika digantung / ditempel di dinding, di sorban
dan tindakan yang tidak termasuk menghinakannya, maka jelas hal itu
terlarang. Sebaliknya bila dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki
atau sebagai sandaran (setelah dipotong kepalanya, red) maka tidaklah
haram dan tidak ada bedanya apakah gambar tsb berjasad (punya bayangan/3
dimensi) atau tidak. Ini adalah kesimpulan mahdzab kami dalam masalah
ini yang semakna dengan perkataan jumhur Ulama dari kalangan Sahabat,
Tabi’in, dan orang yang sesudah mereka (Tabi’ut Tabi’in). Ini juga
pendapat Imam Ats Tsauri, Malik Bin Anas dan Abu Hanifah serta ulama
lainnya.
Dalam
hadits-hadits itu tampak jelas tidak ada perbedaan apakah yang
diharamkan itu gambar tiga dimensi atau bukan, dilukis di atas kertas
atau di tirai dan sebagainya. Bahkan tidak ada perbedaan apakah itu
gambar tokoh, ulama atau pembesar.
Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha ia berkata : “Saya
biasa bermain boneka di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam dan saya
punya beberapa orang teman yang bermain bersama saya. Maka jika
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam masuk, mereka menutupinya dari
beliau lalu berjalan sembunyi-sembunyi dan bermain bersama saya.”
(HR Bukhari Kitab Al Adab Bab Al Inbisaath ilaa an Naas, Fath 10/526 dan
Muslim kitab Fadhail Ash Shahabah Bab fii Fadhail Aisyah, An Nawawi
15/203 dan 204).
Al
Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari tentang hadits ini “ Hadits
ini dijadikan dalil bolehnya boneka dan mainan untuk bermain (mendidik)
anak perempuan, dan sebagai pengkhususan dari keumuman larangan
mengambil gambar. Iyadl juga menetapkan yang demikian dan ia menukil
dari jumhur, bahwasanya mereka membolehkan boneka atau mainan ini untuk
melatih dan mendidik anak-anak perempuan agar mengenal bagaimana
mengatur rumah-tangga dan merawat anak-anak nantinya. Dan sebagian ulama
menyatakan ini mansukh (telah dibatalkan). Ibnu Bathal cenderung pada
pendapat ini dan ia menceritakan dari Abi Zaid dari Malik. Tetapi dari
sini pula Ad-Daudy merajihkan bahwa hadits Aisyah (diatas) mansukh.
Sedang Ibnu Hibban dan Nasa’I membolehkan namun tidak membatasi untuk
anak-anak kecil walaupun padanya ada perbincangan.
Al
Baihaqi mengatakan setelah mentakhrij hadits-hadits tersebut : Telah
tsabit (tetap) larangan tentang mengambil gambar. Maka kemungkinan
rukhsah bagi Aisyah terjadi sebelum pengharaman. Ibnul jauzi menetapkan
yg demikian juga, sehingga beliau berkata : “Dan Abu Dawud dan An Nasa’I
dari sisi lain dari Aisyah (ia berkata) : Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasalam datang dari perang Tabuk (Khaibar) {lalu menyebut hadits
beliau merobek tirai yang terpancang di pintunya{ Kemudia Aisyah
melanjutkan, lalu beliau menyingkap sisi tirai di atas mainan Aisyah dan
Beliau bersabda : “Apa ini hai Aisyah ?”. Saya menjawab :”Boneka
perempuan saya”. Beliau melihat kuda-kudaan bersayap yang dalam keadaan
terikat, lalu bersabda : “Apakah ini ?” Saya katakan : “Kuda bersayap
dua. Tidakkah Anda mendengar bahwa Sulaiman ‘alaihis salam mempunyai
kuda yang bersayap ? Beliaupun tertawa.”.
Al
Khathabi berkata : Dalam hadits ini menunjukkan mainan untuk anak-anak
perempuan tidaklah seperti semua gambar yang datang ancaman, hanya saja
beliau memberikan keringanan bagi Aisyah karena pada waktu itu Aisyah
belum dewasa.”
Al
Hafidz berkata : Penetapan dengan dalil ini ada perbincangan, akan
tetapi kemungkinannya adalah karena Aisyah waktu peristiwa perang
Khaibar berusia 14 tahun dan waktu peristiwa perang Tabuk sudah baligh.
Dengan demikian, ini menguatkan riwayat yang mengatakan hal itu terjadi
pada peristiwa Khaibar dan mengumpulkannya dengan pendapat Al Khathabi.
(Syaikh
Bin Baz) Oleh karena itu, jika hal ini telah dipagami, maka
meninggalkan gambar-gambar (boneka) itu adalah lebih selamat karena
padanya ada perkara yang meragukan. Mungkin penetapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam bagi Asiyah itu sebelum munculnya perintah
beliau untuk menghapus gambar-gambar. Dengan begitu hadits Aisyah ini
menjadi mansukh dengan datangnya larangan dan perintah penghapusan
gambar itu, kecuali yang terpotong kepalanya atau dihinakan, sebagaimana
madzab Al baihaqi, Ibnul Jauzi dan Ibnu Bathal. Dan mungkin juga ini
dikhususkan dari pelarangan itu (sebagaimana pendapat jumhur) untuk
kemaslahatan pendidikan. Ini karena permainan itu merupakan bentuk
penghinaan atas gambar (boneka). Jadi kemungkinan ini maka lebih aman
untuk meninggalkannya, sebagaimana pengamalan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam dari Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib
Radiyallahu ‘anhu :” Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu.”
(HR Ahmad 1/200, Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam tahqiqnya terhadap
Musnadz 3/169, Ath Thayalisi hal 163 no 1178 dan AL Albani mensahihkan
dalam jamius Shaghir 3372 dan 3373, pent).
Demikian
juga dalam hadits berikut ini dari Nu’man bin Basyir Radiyallahu ‘anhu
secara marfu’ “ Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan
diantara keduanya ada perkara-perkara sybhat yang kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya, maka siapa yang menjaga diri dari syubhat, maka dia
telah membersihkan Dien dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh kepada
yang haram, seperti penggembala sedang menggembalakan ternaknya di
sekitar tempat yang di pagar (terlarang), hampir-hampir ia terjatuh
padanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Larangan Pakaian yang Bergambar Dalam Shalat
3/07/2012 10:58:00 PM
No comments
Diantara
kesalahan-kesalahan saat sholat yang biasa kita jumpai di masyarakat,
adanya kebiasaan sebagian orang yang memakai pakaian-pakaian yang
bergambar, entah gambar makhluk yang memiliki ruh alias nyawa
(seperti, manusia, dan hewan), ataukah gambar yang tak memiliki ruh
(seperti, gambar pemandangan, mobil, angka, huruf, dan lainnya) yang
menarik perhatian.
Terkadang
kita sholat, di depan kita ada seorang yang memakai baju atau celana
bergambar ular naga, tengkorak, salib, mobil, dan lainnya. Ada yang
memakai sarung yang memiliki merek dan cap yang nampak dari belakang,
sebelah bawah sarung dekat tumit bertuliskan Wadimor, Cap Mangga,
Shappire, Cap Gajah Duduk, dan lainnya sehingga hal ini mengingatkan
kita dengan promosi-promosi yang dipajang di pinggir jalan.
Ada
yang memakai baju sepak bola dalam sholat yang dihiasi dengan sejumlah
nama-nama tenar bintang sepak bola beserta nomor punggung mereka yang
terkenal, sehingga dalam sholat terpaksa sebagian orang mengingat
Maradona, Ronaldo, Roberto Baggio, Zinedane Zidane, dan lainnya.
Ada
yang mengenakan pakaian yang berlogo, dan bergambar grup-grup musik
beserta musisinya, seperti Nirvana, Iron Maiden, Guns ‘N Roses, Rolling
Stone, Padi, Ungu, dan lainnya sehingga memalingkan kita dari mengingat
Allah, oh malah mengingat orang-orang fasiq seperti mereka !! Wal’iyadzu
billah min dzalik…
Lebih
parah lagi, saat kita melihat pada dinding masjid bagian dalam terdapat
gambar, dan foto sebagian tokoh-tokoh. Pada sebagian masjid milik
Muhammadiyah –misalnya-, kita akan temukan gambar KH. Ahmad Dahlan, dan
tokoh-tokoh mereka. Orang-orang NU juga tak mau kalah; mereka juga
memasang gambar KH. Hasyim Asy’ari, atau tokoh NU lainnya. Tragisnya
lagi, ada pemuda yang melantik dirinya sebagai “aktivis dan da’i Islam”
juga turut mengenakan pakaian yang bergambar seorang teroris, yaitu
Usamah bin Laden. Semua ini mengganggu ke-khusyu’-an kita dalam sholat.
Jadi, hendaknya seseorang sebelum masuk dalam sholatnya betul-betul
memperhatikan pakaiannya; hendaknya membeli, dan memakai pakaian-pakaian
yang tak bergambar, sebab ia akan menjadi faktor hilangnya khusyu’,
bahkan boleh jadi faktor batalnya sholat !!!
Ketika
seorang hendak sholat hendaknya ia menyingkirkan pakaian yang memiliki
gambar agar ia bisa meraih khusyu’ dalam sholat. Perhatikan manusia yang
paling bertqwa, dan bersih hatinya, yaitu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam-. Beliau merasa terganggu sholatnya saat ia melihat gambar yang
memiliki tanda atau simbol.
A’isyah
-radhiyallahu ‘anha- berkata, “Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- berdiri melakukan shalat dengan pakaian khamisah yang memiliki
tanda, lalu beliau melihat kepada tanda itu. Tatkala beliau telah
menyelesaikan shalatnya, beliau bersabda,
اِذْهَبُوْا
بِهَذِهِ الْخَمِيْصَةِ إِلَى أَبِيْ جَهْمِ بْنِ حُذَيْفَةَ
وَائْتُوْنِيْ بِأَنْبِجَانِيَّةَ فَإِنَّهَا أَلْهَتْنِيْ آنِفًا فِيْ
صَلاَتِيْ
“Pergilah
kalian dengan membawa pakaian khamisah ini ke Abu Jahm bin Khudzaifah
dan ambillah pakaian ambijaniyyah untukku. Sesungguhnya pakaian khamisah
tadi telah melalaikan aku dalam shalatku.” [HR.Bukhariy (373), dan Muslim (556)]
Pakaian
anbijaniyyah yang diminta Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
adalah pakaian kasar yang tidak memiliki tanda (semacam, cap, logo,
simbol, dan lainnya). Berbeda dengan pakaian al-khamishah yang
dikembalikan oleh beliau, pakaian ini bertanda. Nampaknya kata “tanda” lebih dalam maknanya daripada kata “gambar”.
Sebab bila tanda dan cap saja dilarang untuk dipakai, dan dinampakkan
di depan orang yang sholat, maka tentunya gambar makhluk bernyawa lebih
layak dilarang, karena menjadi sebab terhalanginya malaikat untuk masuk
ke tempat atau masjid yang di dalamnya terdapat gambar makhluk
bernyawa!!
Ath-Thibiy-rahimahullah- telah berkata, “Dalam
hadits ambijaniyyah: di dalamnya terdapat penjelasan bahwa gambar dan
sesuatu yang nampak (mencolok) memiliki pengaruh terhadap hati yang
bersih dan jiwa yang suci, terlebih lagi hati yang tak suci“. [Lihat Umdatul Qori (4/94), dan Fathul Bari (1/483)]
Jadi,
gambar dan simbol amatlah memberikan pengaruh bagi orang yang memiliki
hati yang bersih. Adapun hati yang kotor lagi keras, maka ia tak akan
merasakan pengaruh apapun, baik ada gambar atau tidak !!
Anas-radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,
كَانَ
قِرَامٌ لِعَائِشَةَ سَتَرَتْ بِهِ جَانِبَ بَيْتِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمِيْطِيْ عَنَّيْ قِرَامَكِ هَذَا
فَإِنَّهُ لاَ تَزَالُ تَصَاوِيْرُهُ تَعْرِضُ فِيْ صَلاَتِيْ
“Dahulu
‘Aisyah memiliki kain gorden, yang dia gunakan untuk menutupi sisi
rumahnya. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berkata kepadanya,
“Jauhkanlah kain itu dariku, sesungguhnya senantiasa gambar-gambarnya
telah mengganggu shalatku.” [HR. Bukhariy (374), dan (5959)]
Hadits
Anas menunjukkan tentang dibencinya shalat dengan pakaian yang
bergambar. Sisi penunjukannya, sebagaimana yang telah dikatakan oleh
Al-Qasthalaniy-rahimahullah-, “Apabila gambar itu melalaikan orang
yang shalat dalam keadaan gambar itu ada di hadapannya, maka terlebih
lagi jika orang yang shalat itu memakainya”. [Lihat Irsyad As-Sariy (8/484)]
Perhatian :
Namun jangan dipahami bahwa boleh memakai pakaian yang bergambar
manusia atau hewan selama tidak terlihat oleh orang yang sholat atau
makmun yang lainnya. Ini tetap haram, sebab memakai atau membuat gambar
itu sendiri adalah perbuatan haram sebagaimana akan kami bahas dalam
edisi-edisi berikutnya.
Al-Imam Al-Bukhoriy membuatkan judul bab bagi hadits A’isyah dengan berkata, “Dibencinya Sholat dalam gambar”. [Lihat Shohih Al-Bukhoriy (10/391)
Al-Imam
Al-’Ainiy memberikan komentar atas bab yang ditetapkan oleh Al-Bukhari,
dia berkata, "Maksudnya: Ini adalah bab yang menjelaskan tentang
dibencinya shalat di rumah yang di dalamnya terdapat pakaian yang
bergambar. Jika seperti ini saja (yakni sholat di rumah yang ada
gambarnya, -pent.) dibenci, maka dibencinya seorang sholat, sedang ia
memakai gambar itu adalah lebih kuat dan lebih keras. [Lihat Umdah
Al-Qori (4/74)]
Al-Bukhariy memberikan bab pada hadits Anas yang lalu seraya berkata, “Jika seorang shalat dengan pakaian yang bersalib atau bergambar, apakah shalatnya rusak?, dan sesuatu yang terlarang”. [Lihat Shohih Al-Bukhoriy (1/484)- Fathul Bari]
Faedah
yang bisa diambil dari penjelasan di atas: Sesungguhnya perselisihan
yang terjadi tentang shalat orang yang memakai pakaian yang bergambar,
Al-Bukhari tidak memastikan batalnya shalat orang yang memakai pakaian
yang bergambar; Al-Bukhoriy minta penjelasan dalam hal itu dengan
ucapannya, “Apakah“. Ini menunjukkan bahwa dalam hal itu
terdapat pendapat menghendaki demikian itu. Sedangkan jumhur fuqaha
berpendapat dibencinya hal itu.
Ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah, bahwa dia berkata,
كَانَ
لِيْ ثَوْبٌ فِيْهِ صُوْرَةٌ , فَكُنْتُ أَبْسُطُهُ, وَكَانَ رسول الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيْ إِلَيْهِ, فَقَالَ لِيْ:
أَخِّرِيْهِ عَنِّيْ. فَجَعَلْتُ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ
“Saya
memiliki pakaian yang bergambar, lalu saya membentangkannya dan
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- shalat menghadap kepadanya.
Maka beliau berkata kepadaku, “Singkirkan dariku pakaian itu”. Maka
pakaian itu saya jadikan dua sarung bantal”. [HR. Muslim (2107), dan An-Nasa’iy (761)]
An-Nawawi-rahimahullah- berkata setelah menyebutkan hadits tersebut, “Adapun
pakaian yang bergambar atau ada salibnya atau ada sesuatu yang
melalaikan, maka dibenci shalat dengannya atau menghadap kepadanya atau
shalat di atasnya disebabkan adanya hadits tersebut”. [Lihat Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (3/180)]
Sebagai penyempurna faedah, dan pelengkap pembahasan ini, akan kita bicarakan secara ringkas tentang:
Membawa
gambar makhluk yang memiliki ruh dalam sholat, pada asalnya adalah
haram, walaupun tersimpan dikantong, karena memang gambar seperti itu
haram membuat, membawa dan menggunakannya.
Imam Malik -rahimahullah- ditanya tentang cincin yang bergambar, apakah seseorang boleh memakainya dan shalat dengannya?
Imam Malik -rahimahullah- berkata, “Tidak boleh memakainya dan tidak boleh shalat dengannya“. [Lihat Al-Mudawwanah Al-Kubro (1/182)]
Al-Bahutiy-rahimahullah- berkata, ” Dibenci
bagi orang yang shalat untuk membawa batu mata cincin yang bergambar
atau membawa pakaian yang sejenisnya, seperti mata uang dirham atau
dinar yang bergambar”. [Lihat Kasysyaf Al-Qina’ (1/432)]
Sebagian
ulama yang bermadzhab Hanafi memberikan keringanan (rukhshah) pada
seseorang yang shalat dengan membawa mata uang dirham yang bergambar.
As-Samarqondiy berkata, ” Jika
seseorang shalat dengan membawa mata uang yang bergambar seorang raja!!
Ini tidak mengapa, karena gambarnya sedikit dan tampak kecil dari
pandangan mata“. [Lihat ‘UyunAl-Masa’il (2/427)]
Betul
tidak mengapa, namun tentunya dalam kondisi-kondisi darurat dan hajat
amat mendesak kita untuk membawa uang atau KTP/SIM dalam keadaan sholat,
misalnya orang yang jauh rumahnya tak mungkin akan kembali ke rumahnya
untuk menyimpan gambar itu. Ini perkara berat yang mengharuskan adanya
rukhshoh. Adapun orang yang dekat rumahnya, maka hendaknya ia tidak
membawa uang atau KTP saat sholat, simpan dulu di rumah, wallahu a’lam.
Hadits-hadits
yang lalu tentang larangan tersebut maknanya saling berdekatan.
Terdapat pula penjelasan yang gamblang tentang larangan shalat dengan
membawa gambar atau menghadap kepadanya, dikarenakan hal tersebut “akan
memalingkan hati dari ke-khusyu’-an yang sempurna dalam shalat dan dari
merenungi dzikiri-dzikir serta bacaan-bacaannya, demikian juga
tujuan-tujuannya, yaitu terikat dan tunduk kepada Allah -Ta’ala- “.Di
dalamnya juga terkandung “Larangan memandang lama kepada sesuatu yang
menyibukkan dan menghilangkan ke-khusyu’-anhati, karena Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- menjadikan makna ini sebagai sebab
membuang pakaian khamishah“.[Lihat Syarh Muslim (5/43-44)].
Hukum
gambar makhluk bernyawa dalam sholat tetap seperti hukumnya di luar
shalat, yakni haram!! Namun tatkala gambar yang ada pada mata uang
terhinakan ketika menginfaqkannya dan bermu’amalah sehingga mata uang
itu diletakkan di dalam kantong atau dibawa, bukan untuk
mengagungkannya, maka kami memandang tidak mengapa seseorang shalat
dengan membawa mata uang yang bergambar, jika ada hajat mendesak atau
darurat sebagaimana yang telah kami jelaskan dan contohkan, wallahu
A’lam.
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz-rahimahullah- ditanya tentang boleh
tidaknya shalat dangan memakai jam yang ada salib atau di dalamnya ada
gambar binatang?
Beliau (Syaikh bin Baz) menjawab, “Jika
gambar dalam jam itu tertutup, tidak terlihat, maka tidaklah mengapa
hal itu. Adapun jika gambar itu dapat terlihat dari luar jam atau di
dalamnya dapat dilihat tatkala terbuka, maka yang demikian itu tidak
boleh!! Karena adanya sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,
لاَ تَدَعْ صُوْرَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا
“Janganlah engkau membiarkan gambar, kecuali telah engkau lenyapkan“. [HR. Muslim (969)]
Demikian
juga hukum salib, tidak boleh memakai jam yang memiliki salib, kecuali
telah digosok atau telah ditutup dengan cat dan sejenisnya. Sebab adanya
riwayat (Al-Bukhoriy (5608)) dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,
أَنَّهُ لاَ يَرَى شَيْئًا فِيْهِ تَصْلِيْبٌ إِلاَّ نَقَضَهُ
“Sesungguhnya dia tidaklah melihat sesuatu yang memiliki salib, kecuali beliau telah menghancurkan atau mencabutnya”. [Lihat Fatawa Syaikh bin Baaz (1/71)]